Bagaimana cara mencuci tangan, berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung saat wudhu?
Kitab Ath-Thaharah (Bersuci), Bab Sifat Wudhu
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:
“Kemudian mencuci kedua telapak tangan tiga kali.
Lalu berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dengan tiga kali cidukan tangan.”
Mencuci Tangan
Tangan mesti dicuci terlebih dahulu dikarenakan tangan ini yang nantinya digunakan untuk mengumpulkan air dan membasuh bagian yang diperintahkan untuk dibasuh. Sehingga tangan mesti dicuci terlebih dahulu. Mencuci tangan ini dihukumi sunnah (bukan wajib) karena hal ini tidak disebutkan dalam ayat wudhu (surah Al-Maidah ayat ke-6). Walaupun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mencuci kedua telapak tangan beliau setiap kali berwudhu.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan bahwa mencuci tangan selain keadaan bangun dari tidur tidaklah wajib. Tentang tidak wajibnya tadi tidaklah ada perbedaan di antara para ulama sepengetahuan Ibnu Qudamah.
Lalu Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan pula bahwa mencuci tangan ketika bangun tidur ada perbedaan pendapat mengenai hukumnya. Imam Ahmad menyatakan hukumnya wajib, sebagaimana pula hal ini menjadi pendapat Abu Bakar, madzhab Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah dan Al-Hasan Al-Bashri. Alasannya hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Jika salah seorang di antara kalian bangun tidur, maka janganlah ia mencelupkan tangannya di dalam bejana sampai ia mencucinya tiga kali terlebih dahulu, karena ia tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” (HR. Bukhari, no. 162 dan Muslim, no. 278). Perintah itu menunjukkan wajib, sedangkan larangan menunjukkan haram.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa mencuci tangan saat itu tidaklah wajib karena perintah dalam ayat wudhu (surah Al-Maidah ayat ke-6) tidak dimulai dari membasuh tangan. Padahal menurut tafsiran dari Zaid bin Aslam maksud dari “idza qumtum ilash shalah” adalah jika akan bangun malam, maka basuhlah wajah, dst. (tidak mulai dari mencuci tangan, pen.). Pendapat yang menyatakan tidak wajibnya ini dinyatakan oleh ‘Atha’, Imam Malik, Al-Auza’i, Imam Syafi’i, Ishaq, Ashabur Ro’yi (Abu Hanifah dan murid-muridnya, pen.), dan Ibnul Mundzir.
Perintah mencuci tangan setelah bangun tidur hanya berlaku untuk tidur malam sebagaimana maksud hadits, “karena ia tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” Di antara alasannya karena tidur malam biasa lebih panjang. Lihat bahasan dalam Al-Mughni, 1:140-141.
Sedangkan telapak tangan yang mesti dibasuh di sini adalah sampai pergelangan tangan saja. Itulah pengertian “al-yadd” yang dimaksud dalam ayat,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.” (QS. Al-Maidah: 38). Begitu pula hal ini adalah pengertian kedua tangan hingga pergelangan tangan yang berlaku dalam tayamum. Lihat Al-Mughni, 1:142.
Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ
“Jika engkau ingin berwudhu, maka berkumur-kumurlah (madh-madha).” (HR. Abu Daud, no. 144. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمَنْخِرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ
“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, maka hendaklah ia menghirup air ke lubang hidungnya (istinsyaq), lalu ia keluarkan (istintsar).” (HR. Muslim, no. 237)
Disebut madh-madha, yang dimaksud adalah memasukkan air dalam mulut sambil digerak-gerakkan (berarti berkumur-kumur). Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam hidung.
Yang disunnahkan adalah mubalaghah dalam istinsyaq (serius dalam memasukkan air dalam hidung) artinya menghirup air ke pangkal hidung sebagaimana diterangkan dalam Al-Mughni, 1:147. Dalam hadits diperintahkan,
وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Seriuslah dalam memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) kecuali dalam keadaan berpuasa.” (HR. Abu Daud, no. 142; Ibnu Majah, no. 448; An-Nasa’i, no. 114. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Memasukkan air dalam hidung ketika bangun dari tidur lebih ditekankan. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلاَثًا ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka hendaklah berwudhu lalu beristintsar (mengeluarkan air dari hidung, pen.) sebanyak tiga kali karena setan bermalam di batang hidungnya.” (HR. Bukhari, no. 3295 dan Muslim, no. 238)
Cara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu,
فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا
“Kemudian ia berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung melalui satu telapak tangan dan hal demikian dilakukan sebanyak tiga kali.” ‘Abdullah bin Zaid mengatakan itulah cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim, no. 235)
Beberapa kesimpulan mengenai berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dari Ibnul Qayyim sebagai berikut.
1- Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung, kadang dengan satu cidukan, kadang dua cidukan, dan kadang tiga cidukan.
2- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyambungkan antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung (dengan satu cidukan, satu kali jalan). Beliau mengambil sebagian cidukan untuk mulut dan sebagiannya lagi untuk hidungnya. Yang sesuai petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyambungkan antara keduanya. Tidak ada hadits shahih yang tegas yang menunjukkan bahwa antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dipisah.
3- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menggunakan tangan kanan ketika memasukkan air dalam hidung dan mengeluarkannya dengan tangan kiri. (Lihat Zaad Al-Ma’ad, 1:185.)
Semoga meraih ilmu yang bermanfaat.
Referensi:
- Al-Mughni. Cetakan Tahun 1432 H. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
- Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As- Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 1:79-82.
- Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan ketiga, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj. hlm. 46-47.
- Zaad Al-Ma’ad fii Hadyi Khair Al-‘Ibad. Cetakan keempat, Tahun 1425 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Abdul Qadir Al-Arnauth. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
Disusun di Perpus Rumaysho, 6 Shafar 1439 H, Malam Kamis
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com